Sabtu, 13 Desember 2008

Dunia Ulama Adalah Dunia Keteladanan

Tanggal 18 Desember 2007, tepat setahun yang lalu, pas ketika para (calon) haji dari seluruh dunia sedang melakukan wukuf di ‘Arafah, KH. Ilyas Ruhiat wafat. Esok harinya, hampir semua pemberitaan media massa lokal dan nasional mengangkat berita kepergian tokoh lokal yang menasional ini. penulis, yang saat itu hadir di pesantren Cipasung, ikut larut bersama ribuan pelayat dan santri yang sama-sama merasa kehilangan ‘aset’ mahal pewaris Nabi ini.

Semua orang yang pernah dekat dan merasakan pesona pribadi yang santun ini, pastinya masih menyimpan memori yang bisa memberi inspirasi tentang dunia keulamaan dan dunia keteladanan. Dan, pribadi KH. Ilyas Ruhiat, karena habl minallaah dan habl minannaas yang baik, telah memberi warna positif tentang bagaimana seharusnya seorang ulama ketika menghadapi umat, menghadapi santri, menghadapi para tamu, dan tentunya bagaimana seharusnya berpolitik. Tulisan ini, ditulis dalam rangka mengenang salah seorang tokoh besar yang telah mengharumkan dunia keulamaan pada khususnya, juga mengharumkan Tasikmalaya. Bukankah mengingat keteladan seseorang, walaupun telah wafat, akan memberi sedikit banyak manfaat?

MEMAKNAI KETELADANAN
hari ini, generasi kita nyaris kehilangan sosok yang bisa diidolakan dalam konteks keteladanan. Prof. DR. M. Nuh, Menkominfo kita, dalam khutbah ‘iedul adha di Mesjid Istiqlal 8 Desember lalu menegaskan hal itu (Republika, 09 Desember 2008).

Setidaknya, ada tiga ayat dalam alquran yang mengangkat masalah keteladanan. Pertama berkenaan dengan kehidupan agung Nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al- Ahzab [34]: 21). Kedua berkenaan dengan Nabi Ibrahim AS dan para nabi sebelumnya. “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” (QS. Al- Mumtahanah [60]: 4) dan yang ketiga berkenaan dengan nabi Ibrahim dan kaumnya, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian.” (QS. Al- Mumtahanah [6]: 6)

Kenapa nilai-nilai keteladanan ‘wajib’ diangkat dalam berbagai kesempatan? Tak lain, agar figur-figur yang telah berlalu dan menorehkan berbagai inspirasi tentang nilai-nilai perjuangan, dedikasi, pengorbanan, keikhlasan, keteladanan dan segala hal positif lainnya bisa diaktualisasikan secara kontekstual hari ini, oleh kita yang hidup di hari ini, dan anak-anak kita di keesokan hari. Bukankah Allah SWT berfirman, “Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS. Al- A’raf [7]: 176)


KH. ILYAS RUHIAT, SANG TELADAN
Dalam sejarahnya, ulama selain merupakan symbol of morality and social guidelines, mereka juga merupakan spiritual and social equilibrium. Namun hari ini, ketika kita sering mendapatkan keluhan dari umat yang menghawatirkan terjunnya para ulama di kancah politik dan aneka dunia kebendaan, maka KH. Ilyas Ruhiat telah memberikan arah dan warna positif di berbagai kancah yang dilangkahinya sebagai tokoh yang menasional. Maka keharuman namanya, walau seabreg jabatan politis organisatoris ada di pundaknya, tetap terjaga.

Sebagai ulama yang lekat dengan dunia politik, beliau adalah sosok yang bisa menjadi rujukan ideal bagi para ulama negeri ini yang sedang dan akan terjun ke ‘kancah panas’ dunia politik. Dunia politik tak bisa dijauhinya, tapi berbagai syubhat politik bisa dihindarinya. Berbagai ijtihad politiknya pun selalu saja muncul dari pendalaman seksama demi kemaslahatan bersama. Berbagai komentar tentang kiprah politiknya, entah dari lingkungan terdekat, lingkungan pesantren Cipasung, atau pun di buku-buku yang memuat dirinya (Iip D. Yahya dengan Ajengan Cipasungnya, 2006,…), selalu saja membuat pembaca/pendengarnya ‘merinding’ takjub.

Sebagai seorang kyai, beliau adalah guru yang sangat dicintai para santrinya. Hampir-hampir penulis tak penah mendengar kata ‘kecuali’ dari para santri dan alumni pesantren Cipasung khususnya, juga mereka yang pernah dekat dengannya, ketika mereka menyampaikan ungkapan kekaguman mereka terhadap guru yang santun, sederhana, saleh, ramah, lurus, pemaaf, murah senyum dan penuh pesona ini. Masing-masing mempunyai kesannya tersendiri, bekal untuk diteladani.

Sebagai tokoh nasional, beliau adalah sosok yang terjaga reputasinya. Beliau dikenal sebagai tokoh yang seperlunya saja dalam berkata dan beraksi. Sebagai tokoh yang selalu disowani wartawan, beliau pun selalu punya sudut pandang sendiri dalam menghadapi berbagai problema nasional dan kasus-kasus anak bangsa. Pembawaan watak intrinsiknya yang sedemikian adanya, dan kekuatannya dalam menahan diri selalu memunculkan kesan berbeda dari tokoh serupa yang lainnya. Maka, kekuatan pak kyai yang kalem dan lembut ini, ternyata di sinilah adanya.

Sebagai orang tua dan suami, ayah tiga anak (dua putri dan satu putra) dan suami seorang isteri ini telah berhasil memperagakan perannya dengan baik. Kemesraan yang terjaga dengan keluarga adalah modalnya untuk melanglang menjadi tokoh. Kesan dari putra-putrinya yang direkam dalam buku ajengan Cipasung membuat bapak dan suami manapun akan tergugah untuk meneladaninya.

KITA DAN KETELADANAN
Kehidupan para ulama, adalah kehidupan ideal yang layak diteladani. Hanya saja, berbagai trend dunia modern (politik, bisnis, istana penguasa) sering menggoda mereka layaknya trap (jebakan). Maka tak sedikit di antara mereka terjebak, terlena dan tenggelam di dalamnya. Pada giliranya, tak jarang umat sebagai konsumen ilmu dan keteladanan yang menyandarkan kebutuhan primer rohaninya pada mereka pun akhirnya ambigu.

KH. Ilyas Ruhiat, dalam hal ini telah menginspirasi dan menginisiasi kita untuk kembali membaca dan mendalami diri, menelaah jejak yang kita langkahi selama ini. Dengan demikian, cermin yang dibingkai dalam jejak langkah dan gerak-gerik hidup KH. Ilyas, tentu perlu kita aktualisasi sampai hari-hari ke depan, tak tebatas.

Sekilas tulisan yang alakadarnya ini, mudah-mudahan mengingatkan kita akan jasa para tokoh ulama, khususnya ulama lokal produk ‘dalam negeri’ Tasikmalaya, dalam menyemai bukan hanya benih-benih ilmu pengetahuan agama, tapi juga menyemai benih-benih keteladanan. Dua hal ini —ilmu dan keteladanan para ulama— adalah sumber tenaga bagi keberlangsungan umat Islam hari ini, esok dan masa yang akan datang.
Wallaahu min waraa al- qashd

*Oleh: Asep M Tamam
Penulis adalah ketua jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) IAIC Cipasung, dosen Bahasa Arab STAI Tasikmalaya

1 Comentário:

Anonim mengatakan...

Percobaan untuk memberikan komentar.
Disini orang akan memberikan komentar atas postingan diatas.

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO