Minggu, 11 Januari 2009

Membangun Umat Menjadi Komunitas Pembaca


Refleksi memperingati nuzul al- Quran

Oleh: Asep M Tamam*

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘alaq [96]: 1-5)

Hari ini, 1398 tahun yang lalu, tepatnya tahun 610 M ayat pertama alquran turun ke lubuk hati Muhammad (QS. 26: 94). Kitab sempurna yang juga penyempurna itu turun pada malam mulia dan penuh berkah (QS. 44: 3). Malam itu malam tanggal 17 Ramadan, malam lailatul Qadr (QS. 97: 1-5)

Allah Maha Suci dan Maha Berkehendak untuk memilih kata pertama dari rangkaian wahyu alquran dengan perintah ‘Iqra’ (bacalah!). Kata ini sedemikian pentingnya sehingga diulang sampai dua kali. Anehnya, kata ini diturunkan pertama kali kepada orang yang tidak pernah membaca satu kitab pun sebelum turunnya alquran (QS 29:48), bahkan ia juga seorang yang tidak pandai membaca suatu tulisan pun sampai akhir hayatnya (QS. 7: 156 dan 157) . Namun keanehan ini akan segera sirna bila disadari, bahwa perintah ini turun bukan hanya untuk Muhammad saw., tapi bahkan untuk semua penduduk jagat raya, generasi demi generasi pecinta ilmu sampai di ujung usia bumi.

Hebatnya, perintah ‘bacalah’ diawalkan oleh Allah daripada perintah shalat, zakat, jihad, dakwah dan lain-lain. Hebatnya lagi, perintah ‘bacalah!’ dalam ayat 1 dan 3 tidak mencantumkan objek apa yang harus dibaca. Para mufassir menjelaskan bahwa objek ‘bacalah!’ bersifat umum, baik menyangkut ayat ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga menyangkut telaah terhadap alam raya, masyarakat, diri sendiri, membaca alquran, majalah, Koran dan sebagainya.

Iqra! Dalam bahasa Arab terambil dari qara’a yang atrinya membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan sebagainya. Perintah membaca dalam ayat ini dikaitkan dengan ‘bismi rabbika (dengan nama Tuhanmu). Pengaitan ini meupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tapi juga antara lain memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarnya kepada hal-hal yang bertentangan dengan “nama Allah” itu.

Rangkaian lima ayat surat al- ‘Alaq ini disimpulkan M. Quraish Shihab dalam al- Misbahnya, juga dalam bukunya membumikan al- Quran dengan tuturannya, “Bacalah, Tuhanmu akan menganugerahkan pengetahuan yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaan tersebut walau objek bacaannya sama. Bacalah dan ulangi bacaan, Tuhanmu akan memberikan manfaat yang tidak terhingga karena dia maha akram (memiliki segala sifat kesempurnaan).

Rahasia besar

Sejarah umat manusia, secara umum dibagi dalam dua periode utama: sebelum penemuan tulis-baca dan sesudahnya sekitar lima ribu tahun yang lalu. Dengan ditemukannya tulis baca, peradaban manusia tidaklah merambah jalan dan merangkak-rangkak, tetapi mereka telah berhasil melahirkan tidak kurang dari 27 peradaban dari peradaban Sumaria sampai peradaban Amerika masa kini. Berkat kemampuan baca tulis inilah saat ini kita telah sampai pada masa di mana keterjarakan waktu dan batas daerah bahkan negara tak lagi terasa.

Potensi tulis baca yang dimiliki manusia membuktikan keterpilihan manusia sebagai makhluk Allah yang mengemban misi keilmuan. Segala aspek perubahan yang terjadi di bumi ini tak lain adalah karena dalam diri seorang manusia ada dua potensi yang tidak dipunyai siapapun atau apapun dari segenap makhluk Allah. Dua potensi itu adalah manusia sebagai abd lillah (hamba Allah) di satu sisi, juga sebagai khalifah fi al-ardh di sisi yang lain.

Dengan ilmu yang diajarkan Allah kepada manusia (Adam), ia memiliki kelebihan dari malaikat yang tadinya meragukan untuk menjadi makhluk pembangunan peradaban di bumi. Maka dengan ibadah yang didasari oleh ilmu yang benar, manusia menduduki tempat terhormat, sejajar bahkan dapat melebihi kedudukan umumnya malaikat. Dan ilmu yang Allah ajarkan kepada manusia, apakah yang kasbi (acquired knowledge) atau ladunni (perennial) tidak akan tercapai tanpa terlebih dahulu melakukan qira’at (iqra) dalam arti yang luas (membaca, meneliti, mengkaji dan sebagainya)

Membangun komunitas baca

Bila menelaah data yang dirilis al- Raghib al- Sirjani dalam buku fenomenalnya iqra laa budda an taqra, kita akan diam sejenak dan menunduk malu. Dalam data itu diinformasikan bahwa rata-rata orang Jepang dalam setahun menghabiskan 40 buku untuk dibaca. Orang Eropa rata-rata membaca 10 buku dalam setahun. Sementara orang Arab dalam setahun rata-rata hanya membaca 200 lembar saja.

Data-data itu tidak menampilkan rilis tentang berapa buku, atau berapa lembar yang dibaca oleh rata-rata orang Indonesia dalam tiap tahunnya. Namun secara kasar kita bisa memperkirakan bahwa jumlah lembar yang dibaca oleh orang Indonesia pastilah jauh dari jumlah lembar buku yang dibaca oleh rata-rata orang Jepang, Eropa dan orang Arab.

Membaca, memang merupakan hal yang belum membudaya di negeri ini, khususnya di lingkungan terdekat kita. Kita lebih mudah melihat kerumunan orang di tempat-tempat hiburan, mal, dan lingkungan-lingkungan yang jauh dari nuansa buku. Perpustakaan sekolah di SD, SMP atau SMU mungkin lebih ramai dikunjungi karena faktor pendorongnya kuat. Arahan dari para guru, kebutuhan untuk mengakses informasi dari tugas sekolah dan lain-lainnya memaksa para murid untuk masuk ke perpustakaan. Permasalahannya adalah, berapa lama para pelajar itu mampu untuk duduk dan bertahan di kursi perpustakaan? Berapa banyak dari mereka yang datang sendiri-sendiri dan dari lubuk hati, bukan karena diajak teman atau terpaksa menemani teman? Bila perpustakaan di beberapa sekolah SD, SMP atau SMU masih ramai dikunjungi, maka perapa ramaikah pengunjung perpustakaan-perpustakaan kampus? Berapa persenkah jumlah mahasiswa pengunjung perpustakaan dari jumlah seluruh mahasiswa yang terdaftar?

Salah satu hal yang nampaknya perlu segera dihadirkan di tengah lembaga-lembaga pendidikan kita adalah apa yang disebut komunitas baca. Bila di sekolah bisa dengan mudah membangun organisasi (OSIS), bila kampus-kampus kita setiap tahunnya selalu diramaikan oleh pemilu mahasiswa yang membentuk kepengurusan ketua dan jajaran Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan bila organisasi-organisasi ekstra kampus begitu lestari dan menunjukkan ‘gejala keabadian’, maka sebetulnya tidaklah sulit bagi lembaga sekolah, lembaga kampus, OSIS dan BEM membentuk komunitas baca yang menghimpun para siswa/mahasiswa yang punya gairah baca berlebih dan tidak/belum tersalurkan.

Komunitas baca ini, sebetulnya bukan hanya berlaku bagi para siswa dan mahasiswa saja, tapi juga berlaku umum, apakah warga masyarakat, karyawan, dan mereka yang punya gregorious instinc (hobi kumpul-kumpul) dari siapapun, dan dari kalangan manapun.

Momentum nuzul alquran

Mengajar dan mendidik, di jaman sekarang ini tidak akan dirasa optimal manakala perintah, anjuran dan himbauan tidak diawali dari penerapan pada diri sendiri. Hasil dari usaha yang didasari keteladanan akan terasa lebih cepat menukik kepada target yang ingin dicapai. Sebaliknya, bila perintah, himbauan dan anjuran itu hanya verbal dan monologis, maka jangan harap target bisa dicapai.

Maka momentum nuzul alquran adalah tonggak yang teramat penting untuk mewacanakan komunitas baca, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa kita. Bangsa yang berperadaban maju ditandai dengan kegemaran warga bangsa itu dalam ‘melahap’ segala hal yang berhubungan dengan ilmu dan sains. Semakin kuat daya baca akan semakin mempercepat peradaban meningkat.

Jika harapan ini bisa diwujudkan, maka tidaklah mustahil bila suatu ketika manusia akan didefinisikan sebagai ‘makhluk pembaca’. Suatu definisi yang tidak kurang kebenarannya dari definisi-definisi yang lainnya semisal ‘makhluk sosial’ atau ‘makhluk berfikir’.

Demikianlah iqra, membaca, ia merupakan syarat utama dan pertama bagi keberhasilan seorang mausia bahkan sebuah Negara. Berdasarkan hal tersebut tidaklah mengherankan jika perintah itu (iqra, bacalah) menjadi tuntunan pertama yang dititahkan Allah kepada semua manusia, bukan titah yang lain. Wallaahu a’lam

Asep M Tamam, Dosen UIN Bandung, dpk pada IAIC Cipasung, juga mengajar di STAI Tasikmalaya

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO