Rabu, 17 Desember 2008

BELAJAR DARI PEMUDA ASHABUL KAHFI


Oleh: Asep M Tamam*

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk

(QS. Al-Kahfi [18]: 13)

Hari ini, kita masih berada dalam suasana hari sumpah pemuda. Tepatnya tiap tanggal 28, para pemuda mengungkapkan kesetiaannya terhadap tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia. Nasionalime yang diikrarkan para pemuda delapan puluh tahun yang lalu, telah memantapkan integritas mereka sebagai pelaku, pewarna sekaligus penanggungjawab keberlangsungan perjalanan bangsa ini.

Tidak dipungkiri, di balik kemilap prestasi yang diukir para pemuda kita di berbagai ajang olah raga, seni dan sains, apakah tingkat lokal, regional atau nasional bahkan internasional, berita yang menggerus dada juga masih mewarnai kilas berita media massa. Senin, 27 oktober kemarin, salah satu stasiun televisi merilis berita bahwa setiap tahunnya, dua juta remaja kita membunuh janin tak berdosa dengan cara aborsi. Pengguna dan penyebar zat adiktif di kalangan remaja pun semakin hari kian menghawatirkan. Sementara itu, gempuran berbagai budaya impor yang tak semuanya baik semakin sulit untuk dibendung.

Dalam kitab suci agama kita, al- Quran, ada satu kisah yang terabadikan tentang para pemuda. Kisah ini begitu populer karena menjadi nama surat ke delapan belas dari seratus empat belas surat dalam al- Quran, yaitu Al- Kahfi.

Para pakar telah bekerja secara maksimal untuk menelusuri kapan dan di mana Ashabul Kahfi ini meninggalkan jejek-jejaknya. Pencarian dan penelitian itu menghasilkan berbagai hasil yang akurat dan mendekati kebenaran. Yang pasti, pemuda-pemuda Ashabul Kahfi ini penganut agama Yahudi, agama yang sudah hadir beberapa abad sebelum lahirnya agama Kristen dan Islam. Mereka lari dan bersembunyi dalam sebuah gua dan atas kehendak Allah mereka ditidurkan lebih dari tiga ratus tahun.

Dari berbagai versi tentang waktu kejadian, ada satu versi yang lebih mendekati data-data yang dirilis al- Quran ini. raja Antiogos yang bergelar Nabivanes (176-84 SM.) adalah raja yang fanatik terhadap kebudayaan Yunani kuno. Ia mewajibkan seluruh penganut Yahudi untuk meninggalkan agama mereka dan menganut agama Yunani Kuno. Kekejaman pun terjadi, Antiogos mengotori tempat peribadahan Yahudi, meletakkan patung Zeus di atas sebuah altar dan mempersembahkan korban berupa babi bagi Zeus. Antiogos pun membakar habis naskah Taurat tanpa ada yang tersisa. Para pemuda ini bertempat di Palestina, tepatnya di Yerusalem. Mereka tertidur dalam pengejaran tentara Antiogos dan bangun setelah pemerintahan beralih di bawah kendali raja Romawi yang beragama Kristen, tahun 126 M., atau 445 tahun sebelum masa kelahiran Rasulullah saw. tahun 571 M.

Adapun tempat di gua mana mereka tertidur, ada beberapa pendapat yang semuanya mempunyai kecocokan dengan informasi dalam al- Quran. Di antara tempat-tempat tersebut adalah gua Episus di sebuah gunung di Turki. Ada juga yang menyatakan bahwa gua itu ada di Damaskus, tepatnya di wilayah Qasium. Pendapat lainnya adalah gua Batra’ di Palestina dan satu lagi gua yang terletak di wilayah Skandinavia, Eropa.

Namun Rafiq Wafa ad- Dajani, seorang pakar arkeologi purbakala, pada tahun 1963 mengadakan penelitian yang melelahkan dan menemukan satu kesimpulan. Hasil penelitiannya ini dibukukan pada tahun 1964. Gua Rajib di desa Rajib yang berlokasi sekitar delapan kilometer dari kota Amman ibukota Yordania, Rafiq ad- Dajani meyakini tempat itulah tempat pasti letak gua yang bersejarah itu.

Sebagaimana isyarat-isyarat yang disampaikan al- Quran, pinggir gua di sebelah timur dan barat terbuka sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam gua. Pintu gua berhadapan dengan arah selatan. Di dalam gua terdapat batu sebagai peti mayat yang digunakan kaum Nasrani dengan ciri masa Byzantium. Jumlahnya delapan atau tujuh buah. Di dalamnya ada gambar seekor anjing berwarna merah serta beberapa gambar lainnya. Di lokasi depan pintu gua ada juga bekas-bekas bangunan mesjid lain yang kelihatannya dibangun oleh muslimin pada awal masa Islam dan kemudian terus dipelihara dan direnovasi dari masa ke masa.

Pelajaran dari Ashabul Kahfi

Secara tegas, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa tahun dan tempat serta nama-nama penghuni gua tidaklah sepenting mengetahui serta menarik pelajaran dari peristiwa ini. Tidurnya para pemuda dengan seekor anjing yang berlangsung selama 309 tahun ini menyimpan rahasia ilmu yang bisa menambah keimanan kita kepada Allah swt.

Ketika nabi-nabi diutus, perlawanan kaumnya terhadap mereka begitu kuat. Salah satu pertanyaan yang dimunculkan adalah, “Bagaimana mungkin Allah menghidupkan orang, tanah, bumi yang telah mati?” (QS. Al- Baqarah [2]: 259, QS. Rum [30]: 50, QS. Yasin [37]: 78). Maka peristiwa supra natural pemuda ashabul kahfi meyakinkan para sahabat yang beriman, dan orang-orang kafir dari masa ke masa yang tidak percaya hari kiamat akan kemaha kuasaan Allah untuk menghidupkan orang yang telah mati.

Seringkali keyakinan kita akan hadirnya kematian membuat hati melunak, semilir-semilir kesadaran nurani pun muncul sehingga menggerakkan hati, lidah, tangan, kaki dan segenap panca indera kita untuk kembali memperbaharui iman, islam dan ihsan kita kepada Sang maha muhyi (pemberi kehidupan) dan mumit (pemberi kematian). Sementara itu, keberagamaan (religiusitas) yang hampa dan termanifestasikan dalam dosa, kemaksiatan dan kenistaan sering identik dengan alpa dan lalainya kita akan kehadiran ajal kematian. Kehidupan para sahabat yang kental dengan nuansa religiusitas, salah satu faktor penyebabnya adalah karena begitu dekatnya mereka dengan peperangan yang mengancam jiwa dan nyawa mereka. Dengan kata lain, mereka begitu dekat dengan sebeb-sebab kematian.

elajaran bagi pemuda

Idealisme anak muda seringkali mengalahkan kebijaksanaan dan pengalaman orang tua. Itu pula sebabnya Rasulallah saw. mengingatkan agar memberi perhatian ekstra bagi para pemuda. Beliau bersabda,”Merekalah yang mendukung saya di saat orang tua menentang saya.”

Para pemuda Ashabul Kahfi ini, adalah mereka yang mencari pelindungan dari gangguan apapun yang bisa merubah arah keimanan mereka kepada Allah. Mereka pemuda-pemuda idealis yang tidak meu terpengaruh nilai-nilai perubahan dan perkembangan jaman. Mereka adalah para pemuda yang teu kabawa sakaba-kaba.

Idealisme para pemuda kita, entah anak sekolah, para mahasiswa ataupun wirausahawan muda sampai saat ini masih kita saksikan di keragaman kegiatan mereka. Budaya luar yang seringkali menabrak pagar agama dan budaya bangsa ini dan digembar-gemborkan secara boombastis di media massa, seringkali menghanyutkan sebagian kalangan generasi muda kita dan kita sering merasa prihatin. Kegamangan yang memang identik dengan kaum mua biasanya dimanfaatkan orang luar yang tidak menghendaki agama sebagai pegangan primer.

Keteguhan hati dan kekuatan iman para pemuda Ashabul Kahfi, seharusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda kita untuk selalu kuat dan bertahan melawan arus badai budaya luar yang memang tak bisa dihela dari bumi persada. Perkembangan jaman dengan segala ornamennya adalah sebuah keniscayaan, sunnatullah yang sudah pasti berlaku dan terjadi. Masalahnya bukan pada upaya menghindarinya, tetapi bagaimana para pemuda kita mendayagunakan ilmu serta agama untuk mengendalikan tamu budaya yang deras menyerang ini sehingga mereka menjadi pemuda yang kuat, teguh dan berkarakter.

Wallahu min waraa al- qashd

*dosen IAIC Cipasung dan STAI Tasikmalaya

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO