KEMBALI KEPADA ALLAH
Oleh: Asep M Tamam*
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa] semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Dua ayat dari
Ayat ini turun berkenaan dengan beberapa orang musyrik yang telah banyak melakukan kedurhakaan seperti zina, membunuh dan lain-lain. Mereka datang kepada Rasulullah dan mengatakan, “sungguh! Yang engkau serukan adalah kebenaran. Namun kami merasa telah terlalu banyak melakukan kesalahan. Sekiranya anda beritahukan, bahwa agama anda mengabarkan kabar baik, bahwa kesalahan- kesalahan kami ada penghapusnya.” Maka turnlah ayat ini (HR Bukhari dari Ibnu Abbas).
Dalam hadits riwayat at- Thabrani, Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa ayat yang paling agung dalam al- Quran adalah ayat Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya) (QS. Al- Baqarah [2] : 255). Ayat yang paling lengkap memuat kebaikan dan keburukan adalah ayat Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. Al- Nahl [16] : 90). Ayat yang paling menekanakan untuk berserah diri kepada Allah adalah ayat Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. At- Thalaq [56] : 2-3) dan ayat yang paling memberi kabar gembira dan harapan adalah ayat ke 53 dari
Berkenaan dengan ayat ini, Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Tsauban, bekas budak Nabi selalu optimis dalam hidupnya. Ia selalu mengatakan, “sungguh tidak ada artinya bagiku dunia beserta isinya bila dibandingkan dengan kabar gembira yang dikandung ayat ini.”
Kita dan dosa
Setiap manusia tercipta dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda. Namun mereka sama, telah dibekali dua potensi oleh Allah; baik dan buruk (rujuk QS. Al- Balad [90] : 10) sebagaian mereka ada yang punya potensi berlebih untuk selalu condong kepada kebaikan. Sementara yang lainnya ada yang selalu condong kepada keburukan. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Al- Syams [91] :9-10).
Manusia, semuanya adalah pelaku dosa, demikian sabda nabi. Tetapi, lanjutnya, sebaik-baik pelaku dosa adalah mereka yang senantiasa menyesali perbuatan dosanya dan kembali kepada- Nya. Nabi sendiri dalam hadits yang lain meyakinkan kita bahwa tidak ada seorang pun di antara kita yang bisa meluputkan diri dari kesalahan. “kalaulah kalian bersih dari dosa, maka Allah akan melenyapkan kalian, kemudian Allah ganti posisi kalian dengan satu kaum lain yang senantiasa melakukan dosa, kemudian mereka memohon pengampuan dan Allah ampuni dosa mereka.”
Kembali kepada-Nya
Buku ini, dengan bahasa yang sederhana mengisahkan sekitar 40 orang yang mengalami sesaknya hidup dalam himpitan dosa. Bukan hanya orang-orang biasa seperti kita, buku ini bahkan memunculkan tokoh tokoh ulama besar seperti Sayyid Qutub (ulama mujahid yang menulis tafsir fii zhilaal al- Quran), Said bin Mishfir yang terkenal sebagai orator terkenal di Arab Saudi, Syaikh Ahmad al- Qahthan, Syaikh adil al- Kalbani dan lain-lain.
Dosa, dengan segala madu pemanisnya ternyata tidak hanya menjebak orang-orang yang terbiasa berkawan dengannya. Pesonanya bahkan telah meluluhkan keimanan ulama-ulama besar berlevel dunia. Namun tentunya, mereka berbeda dengan kita. Jebakan dosa yang biasa memerangkap kita, jaringnya sering meninabobokan kita sehingga kita sering mau berlama-lama tenggelam dalam janji-janji manisnya yang ternyata hanya berlaku sesaat saja. Beberapa saat setelah sadar, kita menemukan kesimpulan bahwa dosa, semanis apaun rasanya, pasti berbuah penyesalan.
Maka, kembali kepada Allah akan memberikan bukan hanya janji, tapi bukti rasa manis yang tak terperikan, dan tentunya tidak hanya sesaat. Seberat apapun, setinggi apapun dan sedalam apapun, dosa kita pasti diampuni Allah bila kita tulus memohon ampun- Nya. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman, “wahai putra (putri) Adam, selama engkau bedoa dan memohon ampunan dari- Ku, Aku akan ampuni dan Aku tak peduli walaupun dosamu setinggi langit dan seluas wadah bumi ini.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah). Maka bertaubat untuk kembali kembali kapada Allah akan menjadi kebutuhan bagi kita, andai kita merasa, kita adalah hamba-hamba yang selalu membutuhkan- Nya.
* dosen UIN Bandung, dpk pada IAIC Cipasung, juga mengajar di STAI Tasik.
Posting Komentar