Jadikan, Ramadhan Tahun ini yang Terbaik
MENJADIKAN RAMADHAN 1429 H SEBAGAI RAMADHAN TERBAIK
Renungan hari pertama Ramadhan 1429 H
Ramadhan 1429 telah tiba. Sejuta perasaan yang berkecamuk dalam dada umat Islam adalah ekspresi dari rasa rindu yang mendalam untuk menikmati berbagai hidangan maha lezat, suguhan dari Allah swt. Untuk itu, Allah mengundang para kekasih- Nya untuk menghadiri dan menikmati jamuan- Nya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al- Baqarah [2] : 183)
Bagi umat Islam, Ramadhan ibarat taman yang sangat luas dan indah. Di taman itu aneka bunga yang segar menebarkan semerbak harum. Sungai yang jernih mengalir di setiap sisinya. Di area taman juga lengkap aneka pohon buah-buahan. Sebulan dalam setahun, pohon-pohon itu berbuah. Setiap pohon menghasilkan buah yang lebat, ranum, dan rasanya sungguh istimewa. Semua orang berhak memetik bunga dan buahnya, menikmati sekehendak dan sesuka hatinya.
Bulan kemenangan spiritual
Harus diakui, perjalanan sebelas bulan ke belakang adalah hari-hari panjang tanpa makna, minggu-minggu yang melelahkan demi memburu materi duniawi, dan bulan-bulan pembiaran dimensi spiritualitas kita. Sebelas bulan itu berlalu dan menyisakan pertanyaan, benarkah untuk memuaskan sisi spiritual, kita harus menunggu datangnya Ramadhan?. Benarkah untuk menekan dan menundukkan dorongan nafsu duniawi harus dihadirkan tiga puluh hari Ramadhan?
Kehampaan makna-makna spiritual ini terbuktikan dengan kondisi al- Quran di rumah kita yang semakin kusam dan berdebu. Halaman yang sempat terbaca mungkin belum beranjak, masih berkutat di halaman-halaman awal. Shalat pun sering tak tertunaikan di mesjid. Sementara shalat di rumah dikerjakan dengan super ekspres, laksana burung yang makan biji-bijian. Wiridan sering terlewatkan, bahkan hanya untuk membaca tasbih, tamid, takbir 33 kali ditambah sekali tahlil pun selalu tak sempat waktu. Lalu halaqah-halaqah pengajian hanya terdengar dari rumah lewat pengeras suara. Suaranya pun tertutup kerasnya suara TV yang dipirsa sambil melepas penat kerja seharian. Kemudian, buku-buku agama yang sengaja dibeli tak juga sempat disentuh karena tangan kita terlalu sibuk membolak-balik remote TV.
Bila dicari biang permasalahannya dan bolak-balik kita mencari, maka titik jawabnya tak lain adalah: hasrat duniawi/materi/jasmani kita terlalu dominan mengalahkan kebutuhan rohani. Sebelas bulan kita telah sukses mempekerjakan fisik kita untuk memuaskan kebutuhan jasmani dan materi. Sementara itu, dimensi rohani terdesak dan terhempas ke pojokan.
Maka kedatangan Ramadhan adalah momentum termahal yang dihadiahkan Allah, agar kita memenuhi hak-hak spiritual yang selama ini dijadikan pelengkap dan kebutuhan sekunder. Satu hal yang pasti, takan banyak di antara kita yang akan memanfaatkan momentum emas Ramadhan ini, karena pada saat yang bersamaan kita juga akan menyaksikan fenomena lain yang terjadi setiap tahun, yaitu perputaran uang dan nilai-nilai duniawi yang sangat deras, yang memaksa umat Islam untuk lagi-lagi kembali tunduk di bawah kendali materi.
Bagi kita, penulis dan pembaca, tekad yang kuat harus dipasang sejak dini untuk menjadikan bulan suci ini –sebulan saja— untuk memenangkan sisi rohani kita dan menjadikan sisi jasmani dan materi sebagai anak tiri. Jika berhasil, berarti kita telah kembali pada jati diri sebagaimana dulu kita diciptakan, “sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. Asy- Syams [91] : 9-10)
Bulan suci untuk bersuci
Penulis sangat setuju pendapat para ulama yang merumuskan Ramadhan sebagai arena tathhiir wa I’daad, (pembersih dan persiapan). Maksudnya, bila dimaksimalkan untuk memuaskan dimensi rohani, Ramadhan akan menjadi kekuatan dahsyat untuk membersihkan segenap aspek negatif yang melekat pada diri umat Islam dalam kurun sebelas bulan ke belakang, sekaligus mejadi persiapan yang mantap menghadapi sebelas bulan ke depan. Aspek pembersihan itu di antaranya:
Aspek jasmani. Begitu banyak ulama yang secara khusus membahas kekuatan shaum dalam menyehatkan dimensi jasmani umat Islam. Tak hanya ulama, dokter-dokter di dalam dan luar negeri pun tak ketinggalan menyumbang pemikiran dan penemuan mereka akan keajaiban di balik syari’at shaum ini. Pencarian akan kekuatan nilai kesehatan dalam ibadah shaum dilandaskan pada sabda Nabi saw., “berjalanlah di muka bumi, kamu pasti mendapat kunci rizki. Berpuasalah, kamu pasti sehat dan berperanglah, pasti kamu mendapat keuntungan.” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Di antara tulisan tentang masalah ini bisa kita baca di buku waqafaat ma’a al- shaaimiin karya DR. Yusuf al- Shughair, buku tsalaatsuun darsan fii ramadhan karya DR. ‘Aidh al- Qarni, buku ma’annabiy fii ramadhan karya DR. Samih Kariyyam, juga beberapa artikel DR. Ahmad al- Syibasi dalam bukunya, yasaluunaka fiddiin wal- hayaat dalam bab shaum.
Aspek hati. Sebelas bulan merupakan waktu yang panjang untuk memanjakan hati kita tenggelam dalam syahwat materialistis. Tidak hanya itu, hati yang sempat bersih di bulan Ramadhan tahun lalu dikotori lagi oleh dosa yang kemudian berkarat. Dengki, iri hati, dendam, benci, sombong, ambisi dan bangga diri telah bersarang dalam hati sehingga hati kita dilumuri sisi negatif. Maka shaum, bila dilaksanakan dengan ikhlas akan mendidik hati kita untuk lapang, ramah, penuh kasih, cinta, rendah hati dan menerima apa adanya. Kita teringat syair Imam al Ghazali, syifaa al- quluub yang beberapa abad ke belakang didendangkan salah seorang dari sembilan ulama wali songo. Di tahun 90-an, syair itu dilagukan Cak Nun (Emha Ainun Najib) bersama Kiai Kanjengnya dengan judul tombo ati yang di tahun 2000-an lagu tombo ati itu juga dibawakan Opick dalam dua bahasa. Dalam lagu itu disampaikan satu pesan bahwa untuk membersihkan hati, salah satunya adalah dengan mengosongkan perut, maksudnya shaum.
Aspek dosa. Salah satu hadits Nabi yang paling popular tentang shaum adalah hadits “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan berharap rahmat dan ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Maka seluruh rangakaian ibadah dan penghambaan diri di bulan Ramadhan bila dibulatkan akan menjadi rangkaian pembersih dosa-dosa umat Islam, apakah dosa Adami antar sesama manusia maupun dosa terhadap Allah swt. Hari-hari terakhir Ramadhan adalah hari-hari yang seharusnya, dan memang biasanya, mengundang banjir air mata dari hamba-hamba yang tak henti-hentinya memanjatkan doa permohonan ampunan Allah swt. nabi saw. pernah bersabda, “Alangkah hina orang yang dikunjungi Ramadhan, tetapi ia luput dari ampunan Allah.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Aspek harta. Setiap tahun, kita selalu menyaksikan perputaran uang dan harta benda secara besar-besaran di bulan Ramadhan, terutama menjelang hari-harinya yang terakhir. Bukan hanya zakat fitri, tapi juga zakat mal yang mestinya setiap saat dikeluarkan dan tidak harus menunggu tibanya bulan suci ini. Tapi yang pasti, zakat adalah kewajiban agama yang diwajibkan demi –bukan hanya— untuk membersihkan harta benda, tapi juga membersihkan hati dari sifat kikir dan rakus. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At- Taubah [9] : 102)
Aspek hubungan keluarga dan masyarakat. Sebelas bulan adalah masa yang cukup untuk berinteraksi dengan orang-orang terdekat; keluarga, tetangga, masyarakat tempat tinggal dan lingkungan pergaulan. Dalam kurun waktu tersebut tentunya kendali diri dilepas sehingga kebersinggungan antar idividu memungkinkan tejadinya clash yang diakibatkan perbedaan karakter, kinginan, kepentingan dll. Seperti tahun-tahun lalu, Ramadhan dating dan selalu menghadirkan suasana berbeda dalam mewarnai interaksi antar sesama muslim. Rupanya, kendali diri yang lepas sebelas bulan lalu itu tersambung kembali dan mengikat segenap aspek pancaindera kita. Hubungan antar keluarga dan masyarakat menemukan momentum terindahnya manakala ‘idul fitri datang. Sesaknya dada karena himpitan rasa benci, dendam, iri dan lainnya hilang seketika. Hari itu adalah idul fitri, hari kesucian.
Penutup
Sebetulnya, masih banyak kesempurnaan syari’at shaum dalam mensucikan nilai-nilai ‘kemanusiaan’ umat Islam ini. Namun hal yang kemudian harus dihayati dan lalu dipedomani adalah, bahwa aneka pengabdian dan penyucian di bulan yang penuh berkah ini harus dijadikan modal untuk persiapan menghadapi sebelas bulan ke depan. Biasanya, dan ini celakanya, umat Islam tidak menghubungkan segenap peribadahan di bulan suci ini untuk hal tersebut. Selepas Ramadhan, mereka seperti terlepas dari kendali yang sudah terjaga baik di bulan Ramadhan. Sisi-sisi kebinatangan kemudian kembali muncul dan hati, lidah, mata, telinga, tangan dan kaki tak lagi terjaga.
Tidak! ramadhan tahun ini adalah momentum termahal untuk mewujudkan satu tekad, bahwa sebulan berpuasa, harus mampu menjadi bekal yang cukup untuk menghadirkan Ramadhan tidak lagi tiga puluh hari (sebulan), tapi kita kita akan mampu menjadikan 365 hari dalam setahun sebagai Ramadhan. Maka yang kemudian harus kita lakukan adalah, dalam sebulan Ramadhan ini, kita harus menjadikan dimensi rohani sebagai ‘raja’ yang harus kita layani, juga sebagai anak emas yang harus kita manja. Kalau demikian kita akan bersama-sama mampu untuk menjadikan Ramadhan tahun ini 2008 M (1429 H) sebagai Ramadhan yang terbaik. Wallaahu min waraa al- qashd
*dosen UIN Bandung, dpk pada IAIC Cipasung Tasikmalaya
Posting Komentar