Minggu, 11 Januari 2009

Tahun 2009 M dan 1430 H Sebagai Tahun Terbaik


Oleh : Asep M Tamam*

Tak terasa, beberapa saat akan menjelang dan usia kita akan bertambah. Kita akan segera menghirup udara baru di tahun yang baru, tahun yang akan penuh harapan, tantangan, dan perubahan. Semua pasti berharap, perubahan yang terjadi —di tengah kondisi ekonomi dan suasana politik yang belum stabil ini— adalah perubahan menuju keadaan yang lebih baik dan menjanjikan.

Secara kebetulan, dua penanggalan yang kita kenal, Masehi (syamsiyah) dan Hijriyah (Qomariyah) datang dalam waktu yang hampir bersamaan. Bagi sementara orang, perubahan waktu; detik, menit, jam, hari, minggu, bulan ataupun tahun tak berarti apa-apa dan tak ada pengaruhnya sama sekali. Tapi bagi kalangan lainnya, waktu amatlah berharga. Orang-orang Barat berkata, “Time is money”, itu karena bagi mereka, setiap watu haruslah bermakna dan didayaguna sehingga menghasilkan uang. Tapi bagi orang Arab, “Al-waqtu ka-assaif, in lam taqtha’hu qatha’aka”, waktu amatlah berharga sehingga kelalaian dalam memanfaatkan waktu amat berbahaya dan mengakibatkan pelakunya dalam kerugian. Untuk itu, Tuhan-pun bersumpah demi waktu, “Demi masa (waktu), sungguh, manusia pastilah merugi” (QS. al-’Ashr [103]: 1-2).

POTRET JIWA MUDA KITA

Bila ditanya, siapa orang yang paling menunggu-nunggu datangnya tahun baru? jawabannya tentulah semua orang. Tetapi yang terutama adalah anak-anak muda atau orang tua yang berjiwa muda. Di berbagai kota, dari tahun ke tahun, kita selalu mendengar perayaan tahun baru dirayakan dari perayaan yang biasa saja sampai yang luar biasa. Banyak di antara mereka yang jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri menghadapi pergantian tahun ini untuk menggelar ritual dari yang ‘manusiawi’ sampai ritual yang ‘hewani’. Lihatlah di sana-sini, pesta miras dan narkoba merajalela dan pesta seks bebas meruyak. Bagi mereka, momentum ‘mahal’ itu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Itu karena perayaan menyambut tahun baru umum terjadi di setiap belahan bumi dan sangat identik dengan pesta hura-hura dan penciptaan suasana surgawi.

Bagi para pekerja seni, malam tahun baru adalah puncak dari malam ekspresi. Sekali dalam setahun, mereka mendapat bayaran berkali lipat dari harga regular. Penyanyi, grup band, pelawak, penari, MC, dan semua pihak yang berhubungan dengan dunia seni hiburan memang selalu mematok harga ekstra ordinary. Bila demikian halnya, maka melewatkan malam itu tanpa hiburan sepertinya merupakan kerugian besar.

CARA LAIN MENGISI MALAM TAHUN BARU

Mengisi malam pergantian tahun seakan sudah menjadi kewajiban, utamanya di kota-kota besar, atau bahkan di berbagai pusat kota kabupaten/kota lainnya. Bila di Jakarta, warga ibukota itu beramai-ramai menyerbu Ancol, Taman Monas, Taman Mini, dan berbagai pusat keramaian umum yang biasanya acara yang menghadirkan para artis top ibukota itu disiarkan langsung oleh berbagai stasiun televisi. Tak peduli hujan, panas, macet, dan berbagai aksi kejahatan, mereka sedari sore telah menjubeli pusat-pusat keramaian itu dengan membawa sanak keluarga, bahkan anak-anak kecil sekalipun.

Namun tengoklah di beberapa tempat yang lain, mesjid-mesjid besar misalnya. Di Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya bahkan sampai di beberapa daerah perkotaan, anak-anak muda —entah datang dari belahan bumi mana— meramaikan pergantian tahun dengan ritual berkumpul, berdiskusi, membaca Alquran, tahajud berasama, muahasabah dan menghabiskan malam dengan meramaikan mesjid-mesjid. Pemandangan yang sungguh kontras dan mencolok ditinjau dari konteks anak muda kekinian. Siapa pun orang tua yang menyaksikan anaknya hadir dalam kumpulan anak-anak tadi pastinya akan terharu dan bangga.

Selain di mesjid, ada juga anak-anak muda kita yang mengisi tahun baru ini dengan diorganisir, bersama-sama mendatangi tempat-tempat seperti panti asuhan dan panti jompo. Mereka merayakan acara pergantian tahun dengan membagi kebahagiaan bersama orang-orang yang ‘terbuang’ dari masyarakat lain pada umumnya. Tak hanya di panti asuhan dan panti jompo, di antara mereka ada juga yang membawa dan menyalakan lilin, berkumpul di tempat-tempat terbuka dan mengadakan malam renungan. Isian acaranya adalah baca puisi, orasi sampai menyanyi, tapi yang dinyanyikan tentunya adalah lagu religi atau lagu-lagu penggugah jiwa, bukan lagu sembarang lagu.

Mereka semua, adalah anak-anak muda yang telah terjaga hati dan seluruh pancainderanya, dan itu adalah buah dari pergaulan elite yang melatih dan menguji masa paling berkesan dari semua masa; masa remaja. Disebut elite karena mereka hadir sebagai pengecualian dari umumnya anak muda modern yang ada. Inilah sisi lain dari dunia anak muda kita, hadir sebagai respon dari fenomena mereka-mereka yang salah kaprah dan kebablasan mengikuti arus asumsi publik yang dibangun oleh media massa, elektronik ataupun cetak.

TAHUN BARU DAN HARAPAN KITA

Tahun 2009 M. dan tahun 1430 H. akan segera menjelang secara bersamaan. Ada fenomena menarik sekaligus miris terjadi, di mana kalender Hijriyah lagi-lagi terabaikan dan dianaktirikan. Sepertinya, umat Islam sudah lupa dan tak peduli lagi betapa pentingnya momentum hijrah nabi SAW dalam sejarah Islam.

Kehadiran tahun yang baru biasanya diidentikkan dengan perubahan nasib dan peruntungan. Namun tahun 2009 ini, dalam konteks ekonomi kita warga dunia sedang mengalami masa-masa terberat yaitu krisis ekonomi yang melanda. Walaupun pemerintah kita cukup berhasil menghalau dampak terberat, namun badai krisis justru diprediksi muncul di tahun 2009 ini. Hari ini saja, kita sudah mendengar berita tentang badai PHK melanda di mana-mana. Beberapa perusahaan telah dan akan segera gulung tikar, dan jantung dari ribuan bahkan jutaan karyawan dan pekerja sedang berdegup dan berharap-harap cemas.

Di sisi lain, 2009 adalah tahun pesta demokrasi anak negeri. Mimpi para caleg dari tingkat kabupatean /kota sampai DPR RI ditentukan di tahun ini. Nuansa kehidupan kita dalam tahun itu, tentunya akan kental didominasi warna politik. Virus politik tidak hanya melanda mereka yang kecanduan ‘nikotin’nya saja, tapi juga akan menjangkiti seluruh penghuni bumi persada Indonesia ini.

Walau demikian, kita adalah bangsa yang kenyang mengalami nasib serupa di tahun-tahun yang lalu. Berbagai cobaan ekonomi dan politik sebarat apapun telah mampu kita atasi. Kita telah berpengalaman menjadi bangsa yang tak mudah menyerah, dan ini pertanda bahwa kita adalah bangsa yang selalu bekerja keras. Kerja keras jugalah yang bakal kita jadikan bekal dan modal dalam menyongsong tahun depan hingga tahun itu menjadi tahun terbaik bagi kita. Untuk itu, kita telah diberi berbagai pilihan untuk bisa menentukan nasib sekaligus biberi seperangkat modal untuk didayaguna dan dioptimalisasi. Pengalaman demi pengalaman menangani dan menanggulangi kesulitan, mestinya menjadi potensi untuk meraih berbagai harapan, tentunya dibarengi doa dan kerja lebih keras.

Wallaahu min waraa al- qashd

Ketua jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIC Cipasung. Mengajar Bahasa Arab di STAI Tasikmalaya.

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO