Jumat, 10 April 2009

borok Tasik dalam liputan televisi

Refleksi bagi para pemimpin dan warga Tasikmalaya
Oleh: Asep M Tamam*

‘Anak-anak’ Tasik berulah. Dalam dua bulan ini saja ada sedikitnya empat kasus yang karena takaran kehebohannya berat, lalu layak masuk TV. Dua bulan lalu, Dara (nama samaran, siswa SMP asal Taraju) digarap pacarnya, kemudian sang pacar iseng menjualnya seharga sebungkus rokok kepada lebih dari empat puluh lelaki ‘buas’ yang mangsanya tak berdaya ini. TV ONE mengangkat kisah memalukan dan memilukan ini dalam program Telusur dan lalu menjadi konsumsi publik warga republik ini.

TV ONE juga, Senin 16 Maret menayangkan program Kerah Putih dan mengangkat kasus dugaan korupsi DAK (Dana Alokasi Khusus) yang melibatkan mantan Kadisdik Kabupaten Tasikmalaya AK. Beberapa hari setelah acara itu ditayangkan, kejaksaan negeri Tasikmalaya menetapkan AK sebagai tersangka. Kasus dugaan penyelewengan DAK di Disdik Kabupaten Tasikmalaya ini semakin menarik karena di bulan-bulan sebelumnya rakyat Tasik cuek, apatis dan pesimis kasus itu bertemu ujung. Cuek, apatisme dan pesimismenya rakyat ini rasional dan beralasan. Kejaksaan di Tasikmalaya, kota ataupun kabupaten tak seperti kejaksaan kabupaten tetangga, Ciamis dan Garut yang bertaji untuk menyeret para koruptor ke meja hijau. Penulis sendiri, sejauh ini husnuzhzhan, bahwa di Tasikmalaya tak ada korupsi, bersih dari koruptor sehingga Tasikmalaya layak jadi kota dan kabupaten terbersih. Tapi benarkah itu?

Terakhir, di akhir bulan ini, Selasa 24 Maret, TV ONE juga yang menayangkan program Telusur yang untuk kali ini mengangkat kasus kejahatan seksual; perkosaan di dalam angkutan kota. Tayangan berdurasi tiga puluh menit ini mengangkat dua kasus perkosaan yang terjadi di angkot 010 (terminal bus-Geger Noong) yang memakan korban mahasiswi salah satu PTS di Tasik dan angkot 04 (Cibanjaran-Pancasila) yang korbannya ternyata anak SD.

Ada Apa Dengan Tasikmalaya?
Sebetulnya, selain kasus-kasus di atas masih banyak kejahatan ‘anak-anak’ Tasik lainnya yang hanya terekspos di TV lokal, surat kabar lokal hingga surat kabar regional, entah kejahatan korupsi, seksual maupun kriminal. Beberapa hari ke belakang (Rabu, 26/3) surat kabar ini mengangkat berita sembilan pasangan ‘nakal’ yang dalam satu hentakan aksi terjaring operasi di hotel-hotel dan tempat peristirahatan umum. Di bidang korupsi, surat kabar ini juga menyingkap kasus yang melibatkan anggota DPRD kabupaten Tasik, HDSA. Sayangnya, sampai artikel ini ditulis, kasus HDSA ini tak terdengar langkah lanjutnya, entah sengaja dikubur dan dipetieskan seperti kasus-kasus korupsi tiga-empat tahun ke belakang, atau mungkin sampai sekarang masih dalam proses penyidikan. Tentu, berlanjut tidaknya kasus ini erat hubungannya dengan berbagai kepentingan; sebuah kisah klasik yang lumrah terjadi di bumi Priangan ini.

Kasus kejahatan, memang bukan hanya milik ‘anak-anak’ Tasik saja, tapi koheren dengan semua umat manusia penghuni alam raya ini, dari mulai kasus Kabil dan Habil (anak-anak nabi Adam) hingga berakhirnya masa edar planet bumi ini. Namun apa yang terjadi di ‘kota santri’ ini dan dipirsa jutaan pasang mata di seantero tanah persada, tentu terkesan agak berbeda. Bongkahan-bongkahan pertanyaan di dalam batok kepala lalu menyeruak, apa yang terjadi dengan Tasikku tercinta ini?

Harus Disikapi Positif
Artikel ini ditulis, tentunya untuk menjadi bahan refleksi bagi kita semua. Para pemimpin formal (pemerintah kabupaten dan kota Tasikmalaya yang menggawangi keberlangsungan kehidupan warga Tasik), pemimpin informal (para ulama yang ratusan bahkan ribuan jumlahnya) dan tentunya kita semua sebagai warga, ada di garda terdepan untuk mengungkap benang merah dan mencari solusi dari prahara yang melanda urusan dalam negeri kabupaten dan kota Tasikmalaya ini.

Pertanyaan mendasar yang patut diajukan adalah, sudah seriuskah kita (para pemimpin eksekutif, legislatif dan yudikatif, para ulama dan kita sebagai warga) dalam menunaikan tugas, kewajiban dan tanggungjawab masing-masing dalam mengawal dan menjaga ke-kotasantrian Tasikmalaya ini? Apakah hiruk pikuk dan gonjang-ganjing dunia politik yang sejauh ini setia kita ikuti dan menguras biaya, tenaga dan perhatian, telah sampai melenakan kita semua dari tugas, kewajiban dan tanggungjawab itu?

Bila Ponari, si dukun cilik asal Jombang itu hadir di tengah kekisruhan bangsa ini, lalu mengingatkan dan mengajarkan kita akan kesemrawutan di berbagai sektor dan semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hadirnya berbagai kasus di Tasikmalaya pun harusnya disikapi positif. Kalau kasus demi kasus ini tak terjadi, maka kita akan semakin terlena dalam urusan kita masing-masing. Nah, bila dalam kondisi Tasik yang ‘mencekam’ ini kita masih saja terlena dan tak mau berbuat apa-apa, maka betapa biadabnya kita. Kasus-kasus yang muncul sporadis dan dalam takaran yang sangat berat ini ‘wajib’ dijadikan pe-er bagi kita agar ke depan, kita bisa meminimalisir atau menghentikan kasus-kasus lanjutan.

Bila semua badai yang melanda Tasik ini dianggap sebagai teguran dari sutradara kehidupan, Allah swt dan menjadi pelajaran berharga bagi warganya, maka ke depan kita akan lebih serius lagi bekerja dalam posisi dan ruang kerja masing masing. Masa depan kita sebagai penghuni kolong langit Tasik pun akan menjanjikan harapan lebih cerah lagi.
Wallaahu min waraa al- qashd

*Penulis adalah ketua jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) IAI Cipasung. Dosen LB STAI Tasikmalaya dan FKIP UNIGAL Ciamis.

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO