Senin, 27 April 2009

meyakini kemahapengampunan Allah

oleh: Asep M Tamam*

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS Az-Zumar [39]: 53)

Siapapun kita, pastinya berharap kehidupan yang sedang dialami adalah kehidupan yang bergerak menuju idealitas yang berwujud insan kamil, manusia paripurna. Namun siapa nyana, di tengah perjalanan menuju posisi ideal itu, kita selalu saja terantuk dalam sebuah kenyataan, bahwa manusia adalah makhluk tak sempurna. Kodrat kemanusiaan yang melekat melazimkan kita lagi dan lagi masuk ke perangkap dosa. Di saat masuk dalam perangkap itu, sebagian kita ada yang berusaha dan mengerahkan segenap tenaga untuk keluar darinya, sebagian tak bisa bergerak, ia terjebak dalam perangkap itu dan lambat laun menikmatinya.

Adakalanya, kita merasa hidup seakan berada di atas awan, jauh dari dosa dan begitu mudah kita menyapa-Nya, menyebut asma-asma-Nya dan mengantarkan segala anggota badan ke jalan yang dicintai-Nya. Namun anehnya, seringnya kita bagai hidup di neraka dunia, terhimpit dalam perasaan dosa, tercekam dalam hitamnya lumpur kemaksiatan yang selalu saja menjanjikan kenikmatan dan keindahan sesaat.

Bahasa Arab mempredikati kita dengan kata insan. Ia berasal dari kata nisyaan yang bermakna lupa dan lalai. Lupa dan lalai ini mengantarkan kita ke gerbang dosa. Nabi bersabda, “Semua manusia adalah pendosa, dan sebaik-baik pendosa adalah ahli taubat” Bila kita dalam posisi berdosa dan belum tergerak hati untuk bertaubat, maka betapa kita merasa jauh dari Sang Khaliq, Allah SWT. Jangankan menyebut-Nya, ingat pun kita luput. Bila demikian, berarti kita tengah menjauhi-Nya, jauh dari lingkaran kasih sayang-Nya.

MAKNA TAUBAT
Setelah kita kenyang menikmati dosa dan kemaksiatan, lalu berkehendak memperbaharui hubungan dengan-Nya, maka kembalilah kita kepada rangkulan-Nya, bersimpuh memohon maghfirah-Nya, menangis sejadi-jadinya dan berjanji tak akan mengakrabi kesalahan serupa di kemudian hari. Maka betapa bahagianya Allah, betapa Ia akan menghamparkan senyum ramah menerima penyesalan dan ikrar janji hamba-Nya.

Bukankah nabi SAW pernah menggambarkan bahagianya Allah ketika menerima taubat setiap pendosa? Ya, ia menggambarkan seorang pengembara yang kelelahan di tengah lautan padang pasir. Ia bertemu pohon besar yang terbayangkan betapa nikmat berteduh dan mengusir lelah sambil tidur pulas di bawahnya. Sayang, ketika bangun ia mendapati unta yang membawa segenap bekalnya kabur. Sedihnya tak alang kepalang, ia menangis dalam kebingungan, terbayang langkah jauh yang akan dilewatinya dalam melanjutkan perjalananyya. Dan, ketika suasana sedemikian mencekam, untanya datang lengkap dengan bekal dan bawaannya. Tak sadar ia berteriak, “alhamdu lillaah ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhanmu!”

Gerangan apa yang membuat ia berteriak dan salah melafalkan kata-kata? Ya, tak lain adalah karena rasa bahagia yang tak terkira dan…nabi lalu melanjutkan sabdanya, “Demi Allah! kebahagiaan Allah menerima taubat hamba-hambanya yang ahli dosa dan maksiat jauh lebih besar dari kebahagiaan musafir tadi yang karena saking bahagianya hingga salah melafalkan kata-kata”.


AL-GHAFFAR, AL- GHAFUR, AT- TAWWAB DAN AL’AFUW
Maha suci Allah SWT, ia memiliki 99 nama indah dan sempurna, Al- asma al-husna. Di antara 99 nama itu ada empat nama yang bermakna “Allah Yang Maha Pengampun”. M. Quraish Shihab dalam bukunya Menyingkap Tabir Ilahi, mengutip pendapat Imam Al- Ghazali dan menjelaskan ke-empat nama indah itu.

Al-Ghaffar yang tertuang dalam Alquran sebanyak lima kali, bermakna Allah maha pengampun, Ia mengampuni dosa-dosa manusia dan menutupi berbagai kesalahan dan dosanya hingga di mata orang, ia tak seperti berdosa. Al- Ghafur yang tercatat sembilan puluh satu kali dalam Alquran, bermakna Allah maha pengampun, Ia mengampuni dosa-dosa manusia dan membuka peluang seluas-luasnya bagi manusia untuk memohon ampunan-Nya. At- Tawwab yang tertulis sebelas kali alam Alquran, bermakna Allah maha pengampun dan memberi dorongan kepada manusia untuk kembali dan kembali lagi kepada-Nya dan menjanjikan ampunan dari dosa seluas dan sedalam apapun. Sementara itu Al-‘Afuw yang terekam tiga puluh lima kali dalam Alquran, bermakna Allah maha pengampun, Ia mengampuni dosa-dosa manusia dan menghapus segala kesalahan dan dosa manusia.

Sejarah mencatat, Abu Dzar Al- Ghifari, seorang sahabat sampai ‘protes’ kepada nabi ketika beliau menyampaikan berita bahwa Allah SWT akan menyambut dan mengampuni seorang hamba yang berulang sampai tujuh puluh kali dalam sehari mengulang dosa dan mengulang taubatnya.

Dalam buku Al- Hayat Ar- Rabbaniyah wa al- ‘ilm, DR. Yusuf Qardhawi, ulama kontemporer yang kharismatik asal Mesir menyampaikan kekagumannya akan kemaha pengampunan Allah atas hamba-hamba-Nya. Dalam ayat 53 surat Az- Zumar [39] yang menjadi pembuka artikel ini, Allah memanggil para pendosa yang melampaui batas dalam kemaksiatannya dengan panggilan sayang “Wahai hamba-hambaku”.

Kekaguman akan kemaha pengampunan Allah ini, akan memerindingkan kita manakala kita membaca penafsiran para ulama terhadap puluhan ayat-ayat Alquran yang menjelaskan sifat Al- Ghaffar Al- Ghafur, Al- Tawwab dan Al-‘Afuw dan puluhan hadits-hadits shahih lainnya. Dalam surat Al- Furqan [25] ayat 70 misalnya, Allah SWT berfirman, “orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dalam hadits qudsi riwayat At-Tirmidzi, Allah SWT bersabda, “hamba-Ku, jika engkau datang kepada-Ku membawa dosa sebanyak isi bumi, Aku akan datang menyambutmu dengan maghfirah seisi bumi juga, selama engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu”. Sementara itu para ulama meyakini bahwa pengampunan Allah tidak hanya terhadap dosa yang ditaubati, Allah bahkan mengampuni hingga terhadap dosa-dosa manusia yang tidak tertaubati.

Bila keyakinan kita tak berubah dan berkurang tentang kemaha pengampunan Allah SWT, tentunya kita akan melewati babak demi babak kehidupan kita dengan tanpa menyisakan keraguan tentang eksistensi kita, manusia sebagai pendosa yang harus kembali kepada-Nya setiap kali melakukan dan mengulang dosa. Kita dan dosa tak bisa dipisahkan, hanyasaja pengetahuan kita akan kemaha pengampunan Allah yang tersurat alam ayat-ayat-Nya dan dalam hadits-hadits nabi-Nya, akan memandu kita untuk terus dan terus memohonkan ampunan-Nya. Bukankah nabi SAW sendiri yang memberi contoh, bahwa beliau beristighfar dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali (HR. Bukhari), bahkan lebih dari seratus kali (HR. Muslim)?
Wallaahu min waraa al- qshd

*Penulis adalah ketua jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIC Cipasung dan dosen LB STAI Tasikmalaya dan UNIGAL Ciamis

Seja o primeiro a comentar

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO