Minggu, 31 Mei 2009

Ketika 'Gaji' Pengemis Melebihi Gaji Pejabat

Oleh: Asep M Tamam*

Kemiskinan dan kehidupan manusia tak bisa dipisahkan. Ia hadir untuk menjadi bunga penghias keberagaman kehidupan. Ada kemiskinan yang disengaja, tidak disengaja bahkan ada kemiskinan yang diciptakan. Ada kemiskinan materi, kemiskinan rohani dan ada juga kemiskinan nurani. Dalam segala hal, wacana kemiskinan tak enak didengar sekaligus tak sedap dilewati dalam kehidupan. Sebuah negara disebut terbelakang, berkembang ataupun maju, salah satu patron koherensinya adalah jumlah orang miskin di negara tersebut. Orang Arab mengatakan kata ‘miskiin’ untuk mengatakan kasihan deh loh!

Harian Priangan, Sabtu 30/5 lalu, mengangkat kisah Tini –entah nama asli atau samaran– baramaen yang sukses mencetak anak-anaknya menjadi ‘orang’ dari kerja kerasnya menjual kemelaratan. Kaget juga ketika kita mendapat informasi bahwa pendapatan Tini perhari melebihi gaji para pejabat. Di Tasik, Ciamis dan Garut ia bisa mendapat Rp. 100.000 perhari dari aktingnya memerankan tokoh orang miskin. Sementara penghasilan dua hari, Sabtu dan Minggu ‘berdinas’ di Bandung ia mendapatkan income minimal Rp. 150.000 perhari. Subhaanallaah

Paradoksi kehidupan tengah terjadi, dan kita tak pernah mencari apa hikmah di balik kisah Tini ini. Tini, adalah gambaran kecil dari luasnya cakrawala kehidupan manusia dalam perjalanan sejarahnya. Kota, di manapun ia, adalah surga yang menjanjkan, terutama dalam wacana kehidupan modern. Tak hanya untuk pelaku bisnis, ternyata kota pun menjadi ‘surga’ bagi para pengemis. Dampaknya pasti mudah ditebak, warna kota jadi terkotori. Di Jakarta, untuk mengurangi hingga mengusir para pengemis, pemda DKI hingga harus mengeluarkan perda untuk mengancam para pemberi sedekah bagi para pengemis dengan denda uang 50 juta rupiah atau enam bulan kurungan.

Tak hanya di Jakarta, di Bandung pun pengemis menyemut. Setiap perempatan lampu merah, area perbelanjaan umum terutama pasar, setiap bubaran jumatan dan acara-acara massal lainnya adalah bagaikan gula yang mudah mereka endus. Dengan berpenampilan kumuh, kisruh, menjijikan dan memuakkan mereka ‘bergaya’ di catwalk kota Bandung yang hawanya beranjak panas ini. Dengan nada sinis para ahli sosiologi di Bandung merubah gelar ‘kota kembang’ dan ‘Paris Van Java’ Bandung dengan ‘kota pengemis’.

Keadaan serupa terjadi juga di Priatim. Di Tasik misalnya, jumlah pengemis, lokal maupun impor luar biasa banyaknya. Mereka datang dengan membawa pasukan kecil hingga balita yang sengaja ‘diteteki’ di tengah halayak ramai. Sebuah proses regenerasi pengemis sedang dan terus terjadi. Ironisnya, mereka mempertontonkan kemelaratan hidup di hadapan kantor pemda dan gedung DPRD yang dihuni orang-orang yang dalam jargon politiknya menjanjikan peningkatan kesejahteraan dan pengentaskan kemiskinan di tatar Priangan ini.

Pengemis Dalam Perspektif Islam
Pengemis, adalah entitas kecil dalam kehidupan manusia yang menyejarah. Para pengemis hidup bukan hanya di negara-negara miskin dan berkembang, tapi juga di negara-negara maju. Mereka hadir bukan untuk dibasmi dan dilenyapkan, tapi untuk dikurangi dengan cara dibina dan diberi harapan. Walaupun penghasilan mereka fantastis –bandingkan dengan guru bantu di beberapa daerah terpencil yang bergaya di atas motor dan menenteng hp, padahal gaji mereka Rp. 200.000/bulan–, tetap saja mereka terhina, bak sampah yang mengumuhi kota.

Dalam sejarah Islam, pengemis telah menjadi elemen penting dalam pengembangan sikap karitas, pilantropi (kedermawanan) dan altruisme. Keanggunan sifat Nabi Muhammad saw., para sahabat dan para tokoh besar lainnya tercermin dari kebiasaan mereka mengorbankan hak-hak pribadinya untuk diberikan kepada pengemis. Nabi sendiri tak pernah menolak permintaan siapapun yang meminta sesuatu kepadanya. Kemasyhuran keluarga harmonis Ali bin Abi Thalib dengan istrinya Fatimah adalah karena pengorbanan mereka kepada para pengemis, walaupun kehidupan keduanya bukanlah refresentasi orang-orang beruntung.

Al- Quran menyebut pengemis dengan saail (tunggal/singular) atau saailiin (jamak/plural). Empat kali al- Quran menyebut saail dan sekali saja menyebut saailiin. Perlakuan dan sikap kita terhadap mereka, tentunya harus mengacu kepada pendapat para ulama tafsir, terutama dalam memahami surat al- Dhuha [93]: 10, “Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya”. Salah satu tafsir kebanggaan warga Indonesia, Al- Misbah karya M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa di satu sisi, Nabi memperingatkan kita untuk tidak menolak orang yang datang meminta-minta. Dalam beberapa hadits beliau bersabda, “janganlah seseorang di antara kamu menolak permintaan walaupun yang meminta-minta itu memakai gelang emas” dan “bersedekahlah walaupun hanya dengan sebiji kurma”. Namun di pihak lain beliau juga bersabda, ”Tangan di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima)” dalam hadits lain, “siapa yang meminta untuk memperbanyak apa yang dimilikinya, maka sesungguhnya ia hanya mengumpulkan bara api neraka” (HR. Muslim).

M. Quraish Shihab juga mengingatkan kita, bahwa larangan menghardik di atas tidaklah berlaku terhadap peminta yang yang sanggup bekerja, usia produktif dan bertenaga kuat. Mereka yang demikian itu perlu diarahkan, dibimbing agar bekerja dan apabila mereka enggan, menghardiknya dengan tujuan menginsafkan merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan.
Wallaahu min waraa al- qashd

*Penulis adalah ketua jurusan Pendidikan Bahasa Arab IAIC Cipasung, dosen LB di STAI Tasikmalaya dan FKIP UNIGAL Ciamis.

3 Comentários:

irfan pencinta ilmu mengatakan...

tapi ada juga hadis yang mencela peminta-minta, banyak juga hadis yang berisi motivasi untuk bekerja keras, spt la an yattahiba ahadukum khairun min an yas'ala an nas. sebaiknya antum lebih seimbang. Jadi jgn kita sj yg dimotivasi ut bersedekah. Keep writing kang Asep

Anonim mengatakan...

semoga kita menjadi hamba yang dermawan ! amin

HDYT MHFD mengatakan...

Lapor Pak..
Pun guru abi, kantos pendak di pasar sareng hiji ibu nu nganggo kalung emas bari ginding anggoana, ari si horeng, eta ibu2 teh nu sokngemis di toko AA jl.KHZ. Si ibu reuwaseun, jol ngaleos ciga kaisinan, da apaleun sok pendak di toko AA tiap Guru abi ngagaleuh alat tulis..
;)

Posting Komentar

Followers

arabiyyatuna © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO