EKSPRESI HUT RI DAN SERAGAM KORUPTOR
Oleh: asep M Tamam*
Kamis pagi tanggal 14 agustus kemarin, salah satu TV swasta menayangkan berita menarik dari KotaTegal. Warga di satu kelurahan mengadakan kegiatan lomba-lomba dalam rangka menyemarakkan
Muaknya warga terhadap korupsi yang terus diekspresikan, mungkin belum seberapa dan belum ada apa-apanya dibanding mewabahnya korupsi yang terjadi. Dan akan tiba saatnya dimana rasa muak, benci dan geram ini terakumulasi dalam ekspresi yang saat ini belum terbayangkan. Salah satu ekspresi yang paling pop muncul hari ini adalah sosialisasi seragam koruptor oleh KPK.
Prestasi korupsi kita
Bila Bung Hatta, sekian puluh tahun yang lalu menyatakan bahwa korupsi telah menjadi budaya, lalu Ayip Rosidi, dua tahun yang lalu menulis buku korupsi dan kebudayaan, maka itu berarti yang kita saksikan sekarang ini benar. Tidak hanya sebatas budaya, salah satu jurnal terkenal di Amerika, foreign Affairs menulis bahwa korupsi bahkan telah menjadi way of life atau jalan hidup di
Karena korupsi telah menjadi budaya dan bahkan way of life, maka tidak akan sulit kita mendengus aroma korupsi di setiap lini dan setiap sendi kehidupan. Teten Masduki, ‘komandan’ ICW menyebut, budaya korupsi ini telah meliliti dunia hukum, sosial, politik, ekonomi, budaya dan moral negeri ini.
Semaraknya korupsi meramaikan setiap milimeter dari peta
Transparency international (TI) dalam penelitian tahun 1998-2003, menempatkan
Menyimak ‘prestasi’ yang telah tertoreh dan prestasi lain yang mungkin segera dirilis, maka kata korupsi akan terus berdengung sampai saat dimana kita bosan mendengarnya. Boomingnya pemberitaan kasus korupsi di tingkat pusat yang diberitakan di berbagai stasiun TV justru membuat kasus korupsi di daerah terbiarkan.
Di berbagai dinas dan intansi, perjalanan dinas fiktif masih terjadi, belum lagi perjalanan dinas yang jumlah hari perjalanannya dipanjangkan. Proyek-proyek acara dua hari pun ditulis empat hari. Proyek fiktif, kegiatan rutin yang diproyekkan, penggelembungan (mark-up) nilai pembelian barang dan/atau jasa, uang komisi, suap, sogok, imbalan dalam pemberian ijin agar urusan lancar masih menjadi acara dan menu wajib di berbagai instansi umum. Terungkapnya satu kasus seakan menyembunyikan seribu kasus yang lainnya. Semuanya seakan membenarkan pribahasa “esa hilang dua terbilang” dan “mati satu tumbuh seribu”. Bagaimana korupsi bisa hilang, sementara jumlah pemberantas korupsi tak sebanding dengan jumlah koruptor? Bagaimana mungkin seorang pemberantas kejahatan bisa mengalahkan seribu penjahat?
Ekspresi Agustusan
Hambar rasanya bila bulan agustus datang tanpa adanya ‘raramean’. Kenduri tahunan yang diramekan dari mulai tingkat RT sampai tingkat nasional ini selalu menghadirkan nuansa Agustus yang berbeda dari bulan lainnya. Kreasi-kreasi baru pun selalu muncul dari ide-ide gemilang dan sering dilatahi warga yang lain. Ekspresi 17-an yang dilakukan warga kelurahan di
Gebrakan-gebrakan untuk menekan hasrat korupsi para pejabat kita jangan pernah dibiarkan padam. Seperti penyakit, korupsi akan mempunyai antibody dan tahan terhadap antibiotic sehebat apapun andai gerakan pemberantasan korupsi ini berhenti di tengah jalan. Dan agustus adalah momentum terbaik untuk membangun nasionalisme warga masyarakat dalam rangka ‘menyumbang saham’ mengekspresikan gerakan anti korupsi.
Seragam koruptor
Entah sengaja atau tidak, usulan KPK untuk menyosialisasikan seragam koruptor terjadi di bulan Agustus ini. Tapi bagi kita, nasionalisme KPK terlihat at momment dan itu jelas ketika kita melihat antusiasme masyarakat dalam merespons issu seragam koruptor ini sedemikian tinggi.
Usulan KPK untuk membuat seragam khusus bagi para koruptor ini adalah satu dari berbagai ide untuk ‘menelanjangi’ para koruptor dan mempermalukan mereka di depan halayak umum. Sekarang saja, kita sudah membayangkan, andai al- Amin Nasution, Artalyta Suryani dan yang lainnya memakai seragam yang konon, kain yang akan dipilih nanti berwarna ‘ngejreng’ dan mencolok. Waw! kereeen.
Ide untuk menekan jumlah koruptor dan tindak pidana korupsi di
Peliknya kasus korupsi di
*dosen UIN Bandung, dpk pada IAIC Cipasung, juga mengajar di STAI Tasikmalaya
Posting Komentar